Konten [Tampil]
Tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional, sebuah momen penting untuk mengingatkan bahwa anak-anak bukan hanya penerus bangsa, tetapi juga manusia utuh dengan hak-hak yang harus dihormati.
Hari Anak Nasional bukan sekadar perayaan atau lomba di sekolah, tapi ajakan untuk introspeksi bagi para orang tua dan pendidik: apakah kita sungguh-sungguh sudah memenuhi hak anak-anak kita?
Faktanya, banyak hak anak yang masih terabaikan di lingkungan terdekat, bahkan oleh orang tua sendiri. Bukan karena niat jahat, melainkan karena ketidaktahuan atau pola asuh lama yang tak lagi relevan.
Kenali 10 Hak Anak: Bekal Memaknai Hari Anak Nasional
Sebelum menengok hak-hak anak yang sering dilanggar, penting bagi kita untuk mengenali 10 hak dasar anak yang diakui oleh dunia internasional melalui Konvensi Hak Anak, serta dijamin dalam Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia.Berikut adalah 10 hak anak yang perlu diketahui setiap orang tua, terutama dalam momentum Hari Anak Nasional ini:
- Hak untuk hidup dan tumbuh kembang secara optimal.
- Hak atas identitas, nama, kewarganegaraan.
- Hak atas pendidikan yang layak dan sesuai kebutuhan.
- Hak atas kesehatan, makanan bergizi, dan air bersih.
- Hak atas perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi.
- Hak atas pengasuhan yang penuh kasih sayang.
- Hak untuk bermain, berekreasi, dan beristirahat.
- Hak atas informasi yang sesuai usia dan perkembangan.
- Hak untuk berpendapat dan didengar.
- Hak atas perlindungan hukum dan keadilan.
Hari Anak Nasional seharusnya menjadi pengingat bahwa hak-hak ini bukan bonus atau hadiah dari orang tua, melainkan kewajiban yang harus dipenuhi demi masa depan anak yang utuh secara fisik, mental, dan spiritual.
5 Hak Anak yang Sering Diabaikan Orang Tua, Tanpa Disadari
Berdasarkan laporan dari KPAI, UNICEF, dan Komnas Perlindungan Anak, berikut adalah 5 hak anak yang paling sering dilanggar oleh orang tua sendiri — sering kali tanpa sadar, bahkan dengan maksud “mendidik” atau “melindungi” anak. Penting sekali membahas hal ini dalam momen Hari Anak Nasional agar kita bisa mulai berbenah sebagai orang tua.1. Hak atas Perlindungan dari Kekerasan
Kekerasan verbal dan fisik masih sering dianggap bagian dari mendisiplinkan anak. Menurut UNICEF Indonesia, 2 dari 3 anak pernah mengalami kekerasan di rumah atau sekolah, baik berupa bentakan, pukulan, atau penghinaan.Kenapa sering diabaikan?
Karena budaya kita masih menormalisasi didikan keras: "anak harus takut biar nurut".
2. Hak untuk Didengar dan Berpendapat
Banyak anak merasa tidak dianggap penting saat bicara. Pendapat mereka dipotong atau diabaikan, bahkan dalam hal yang menyangkut kehidupan mereka sendiri.Kenapa sering diabaikan?
Orang tua terbiasa merasa paling tahu, sehingga tanpa sadar menutup ruang dialog.
3. Hak atas Privasi dan Martabat
Anak sering tak diberi ruang pribadi: gadget diperiksa tanpa izin, rahasia disebar, bahkan fotonya dibagikan ke media sosial tanpa persetujuan.Kenapa sering diabaikan?
Orang tua merasa “anak adalah milik saya”, bukan manusia utuh yang punya batas.
4. Hak atas Informasi yang Layak
Anak diberi akses gadget, tapi tanpa pendampingan. Banyak orang tua tidak paham literasi digital, sehingga tidak tahu konten apa yang dikonsumsi anak.Kenapa sering diabaikan?
Karena anak terlihat “anteng dengan HP”, dianggap aman dan tidak mengganggu.
Karena anak terlihat “anteng dengan HP”, dianggap aman dan tidak mengganggu.
5. Hak untuk Bermain dan Berkembang Bebas
Waktu anak sering habis untuk les, tugas, atau aktivitas yang dianggap “produktif”. Padahal bermain bebas adalah cara utama anak belajar dan berkembang.Bagi anak-anak, bermain bukan sekadar hiburan—itu adalah pekerjaan utama mereka. Anak-anak belajar mengenal dunia, membangun logika, serta mengekspresikan perasaan melalui bermain. Maka bermain untuk anak adalah penting, baca artikel lengkapnya di sini.
Kenapa sering diabaikan?
Bermain dianggap buang waktu, takut anak jadi malas belajar atau tidak fokus akademik, prestasi akademik dijadikan tolok ukur utama keberhasilan anak sehingga terlalu banyak target dan jadwal les anak.
Bermain dianggap buang waktu, takut anak jadi malas belajar atau tidak fokus akademik, prestasi akademik dijadikan tolok ukur utama keberhasilan anak sehingga terlalu banyak target dan jadwal les anak.
Di Hari Anak Nasional ini, mari kita sadari bahwa banyak pelanggaran hak anak dilakukan bukan karena benci, tetapi karena ketidaktahuan dan kebiasaan lama.
Hari Anak Nasional: Saatnya Orang Tua Mulai Berubah
Momen Hari Anak Nasional bisa menjadi awal baru. Awal untuk belajar kembali menjadi orang tua. Bukan yang sempurna, tapi yang terus berusaha memahami dan menghormati hak-hak anak.Mulailah dari tiga langkah sederhana:
1. Dengarkan Anak, Sekalipun Ceritanya Terlihat Sepele
Kadang anak cuma cerita soal boneka yang hilang, gambar yang robek, atau teman yang rebutan crayon. Tapi bagi mereka, itu penting.Teladan Rasulullah ﷺ:
Suatu hari Nabi Muhammad ﷺ datang kepada seorang anak kecil bernama Abu Umayr yang sedang sedih karena burung peliharaannya mati. Rasulullah tidak menyepelekan perasaannya. Beliau duduk dan bertanya dengan lembut,
"Ya Aba Umayr, apa yang dilakukan oleh burung kecilmu?”
Suatu hari Nabi Muhammad ﷺ datang kepada seorang anak kecil bernama Abu Umayr yang sedang sedih karena burung peliharaannya mati. Rasulullah tidak menyepelekan perasaannya. Beliau duduk dan bertanya dengan lembut,
"Ya Aba Umayr, apa yang dilakukan oleh burung kecilmu?”
Ini contoh kuat bagaimana kita harus hadir secara emosional untuk anak-anak, bahkan dalam hal yang tampak sepele. Kadang kita hanya perlu hadir, mendengar, dan peduli. Itu sudah cukup membuat anak merasa dihargai.
2. Berikan waktu bermain bebas, bukan hanya aktivitas terstruktur, jadwal padat dan target
Anak zaman sekarang sering kelelahan karena les ini itu. Padahal, bermain bebas penting untuk tumbuh kembang, kreativitas, dan kebahagiaan mereka.Teladan Rasulullah ﷺ:
Saat Hasan dan Husain menaiki punggung beliau saat sedang sujud, Rasulullah membiarkan mereka bermain sampai puas. Beliau tidak tergesa menyelesaikan shalat.
Saat Hasan dan Husain menaiki punggung beliau saat sedang sujud, Rasulullah membiarkan mereka bermain sampai puas. Beliau tidak tergesa menyelesaikan shalat.
Beliau juga tidak tergesa menyelesaikan ibadah jika ada anak kecil yang sedang berada di dekatnya, menunjukkan betapa beliau menghargai dunia anak dan memberi ruang bermain secara alami.
Anak bukan robot pencapaian. Mereka butuh waktu menjadi anak-anak — dengan tertawa, membayangkan, berlari, dan berimajinasi.
3. Hentikan ancaman dan hinaan sebagai alat mendidik.
Ucapan seperti "Nakal banget sih!", "Nanti Mama tinggal!", atau "Masa segitu aja nggak bisa?" sering keluar tanpa sadar. Padahal itu bisa menyakiti hati anak lebih dalam dari yang kita bayangkan.Teladan Rasulullah ﷺ:
Rasulullah ﷺ tak pernah menghina atau mengancam anak. Ketika melihat seorang anak makan sembarangan, beliau tidak membentak. Beliau membimbing dengan lembut,
"Wahai anakku, ucapkan nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makan dari yang terdekat."
Rasulullah ﷺ tak pernah menghina atau mengancam anak. Ketika melihat seorang anak makan sembarangan, beliau tidak membentak. Beliau membimbing dengan lembut,
"Wahai anakku, ucapkan nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makan dari yang terdekat."
Beliau menyebutnya “ya ghulam” (wahai anakku) — panggilan penuh kasih, bukan makian. Ini mengajarkan kita bahwa teguran yang lembut jauh lebih mendidik dibanding ancaman yang menakutkan.
Anak-anak bukan hanya butuh makanan dan pendidikan, tapi juga respek, pelukan, dan waktu kita. Rasulullah ﷺ telah memberi contoh: mendidik anak bukan dengan marah-marah, tapi dengan cinta dan kehadiran.
Jika kita ingin anak tumbuh sebagai manusia yang kuat, sehat dan penuh kasih, maka hak-haknya harus dihormati sejak dini, mulai dari rumah dan setiap hari.
Penutup
Hari Anak Nasional bukan tentang perayaan satu hari, tapi pengingat sepanjang tahun. Bahwa anak adalah titipan yang tidak hanya perlu disayangi, tapi juga dihormati hak-haknya.Mereka bukan sekadar objek asuhan, tapi manusia kecil dengan suara, perasaan, dan kehendak. Jika kita ingin anak tumbuh menjadi orang dewasa yang baik, mulailah dengan memperlakukan mereka sebagai manusia seutuhnya hari ini.
Selamat Hari Anak Nasional!
Mari mulai dari rumah, dari kita sendiri.
Semoga bermanfaat!
Sumber:
UNICEF – Konvensi Hak Anak (CRC)
https://www.unicef.org/child-rights-convention/convention-text
UNICEF Indonesia – Data Pelanggaran Hak Anak
https://www.unicef.org/indonesia/id/lindungi-anak-dari-kekerasan
KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)
https://www.kpai.go.id (cari di bagian publikasi/laporan tahunan untuk data spesifik per tahun)
https://sunnah.com/bukhari:6203
https://sunnah.com/ahmad/3/17171
https://sunnah.com/muslim:2022
https://www.ahaparenting.com/parenting-tools/intelligent/play/importance-of-play
https://www.askdrsears.com/topics/discipline-behavior/
Post a Comment
Post a Comment