Header

Berkebun di Rumah: Tren Positif untuk Me Time Ibu

Post a Comment
Konten [Tampil]
Beberapa waktu terakhir ini, beranda sosial mediaku banyak lewat konten orang-orang berkebun di rumah, baik berkebun di halaman luas maupun halaman sempit. Bahkan ada yang berkebun di rooftop lho!

Banyak konten kreator berbagi video pot cabai di teras, daun selada di balkon, atau bunga hias yang mereka rawat setiap pagi. Aku jadi mulai tertarik menyimak lebih banyak konten seputar berkebun di rumah. Aku juga mulai berpikir, sepertinya ada sesuatu yang lebih dari sekadar tren di balik kegiatan ini.

Mungkin, berkebun di rumah bukan cuma tentang mempercantik halaman, tapi juga bisa menjadi cara baru bagi ibu-ibu seperti kita untuk menemukan me time, sekaligus bentuk kecil dari healing yang menenangkan.

Di sela rutinitas rumah, ketika anak sekolah dan suami bekerja, ada waktu kosong yang kadang terasa “menggantung.” Aku jadi membayangkan, bagaimana kalau waktu itu kuisi dengan sesuatu yang baru, seperti berkebun. Karena menurutku berkebun bukan hanya tentang merawat tanaman tapi juga tentang merawat diri sendiri. 

Sepertinya berkebun di rumah bisa jadi cara lain untuk ibu-ibu menikmati me time untuk menyegarkan pikiran, dan bahkan ikut berkontribusi pada gaya hidup berkelanjutan.

Berkebun di Rumah sebagai Me-Time bagi Ibu

Menjadi ibu berarti selalu bergerak. Ada saja hal yang harus dikerjakan, mulai dari menyiapkan sarapan, antar jemput anak sekolah, mengurus rumah, kadang diselingi pekerjaan lain yang tidak kalah menuntut.

Di tengah semua itu, waktu untuk diri sendiri terasa seperti kemewahan yang sulit dicapai. Tapi aku sadar, me time tidak harus berarti pergi jauh atau menghabiskan waktu lama sendirian di luar rumah.

Menurut ku, di sinilah kegiatan berkebun di rumah terasa menarik. Kegiatan ini menawarkan keseimbangan antara “sibuk” dan “tenang.” Kita tetap melakukan sesuatu, tapi dengan ritme yang lebih lambat, tanpa tekanan. Hanya tangan, tanah, air, dan kehadiran diri yang penuh.

Berkebun memberikan ruang bagi ibu untuk berhenti sejenak dari rutinitas, tanpa merasa bersalah karena sedang tidak produktif.

Menurut sebuah penelitian yang dimuat dalam Preventive Medicine Reports (2017), berkebun memiliki efek positif terhadap kesehatan mental, seperti menurunkan stres dan meningkatkan perasaan bahagia.

Aktivitas sederhana ini bahkan dapat menurunkan hormon kortisol, atau yang sering disebut “hormon stres”.

Jadi, ketika kita menggemburkan tanah, menanam bibit, atau menyiram daun, sebenarnya kita sedang melakukan sesuatu untuk diri sendiri juga. Bukan hanya menumbuhkan tanaman, tapi juga menumbuhkan rasa tenang.

Dan yang menarik, efek positif ini tidak hanya terasa dari sisi aktivitas fisik atau produktivitas.
Ada dimensi emosional yang lebih dalam, yaitu hubungan antara manusia dan alam. Dari sinilah aku mulai terpikirkan, bahwa berkebun di rumah tidak hanya menjadi me time, tapi juga healing time.

Berkebun di Rumah sebagai Bentuk Healing Lewat Alam

Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, kita jarang benar-benar “hadir.” Pikiran sering melompat dari tugas ke tugas, dari jadwal ke jadwal.

Padahal, tubuh dan hati kita butuh sesuatu yang menenangkan, sesuatu yang membawa kita kembali ke momen kini. Bagi banyak orang, berkebun di rumah menjadi jembatan menuju rasa tenang itu. Aku pun sepertinya setuju! 

Ada keheningan yang unik saat tangan menyentuh tanah. Teksturnya dingin, baunya khas, dan setiap kali air meresap, ada rasa damai yang sulit dijelaskan.

Studi dari Frontiers in Public Health (2021) menunjukkan bahwa berkebun dapat menurunkan tingkat kecemasan dan depresi karena meningkatkan paparan terhadap mikroba baik dari tanah, yang turut berperan dalam produksi serotonin, hormon yang meningkatkan suasana hati.

Selain itu, kegiatan ini juga mendorong kita untuk lebih sabar. Tanaman tidak tumbuh dalam sehari. Kita belajar menunggu, menerima, dan menghargai setiap perkembangan kecil. Ada filosofi lembut di dalamnya: bahwa segala sesuatu, termasuk diri kita, butuh waktu untuk tumbuh.

Wah! Menarik sekali bukan??! 

Kadang aku merasa, ketika aku menyiram daun-daun kecil di pot, aku juga sedang menyiram diriku sendiri. Bila ku ingin lagi, momen sederhana itu membuatku sadar, healing tidak selalu berarti pergi ke tempat indah. Mungkin dengan berkebun di rumah, kita sudah mendapatkan healing. Bagaimana menurut mu?? 

Manfaat berkebun di rumah bisa jadi salah satu cara untuk mengisi ulang emosional. Selain memberi efek menenangkan, ada satu hal lain yang membuat berkebun di rumah semakin menarik yaitu manfaat praktisnya.

Tak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk keluarga dan lingkungan. Inilah yang membuat tren ini semakin berkembang luas. 

Tren Berkebun di Rumah untuk Swasembada Skala Kecil

Pandemi beberapa tahun lalu membuat banyak orang mulai sadar akan pentingnya hidup mandiri dan berkelanjutan. Sejak itu, tren berkebun di rumah semakin populer.

Mulai dari menanam cabai, tomat, kangkung, hingga rimpang seperti jahe dan kunyit, aktivitas ini berkembang menjadi gerakan kecil yang memberi dampak besar.

Menurut data dari Kementerian Pertanian (2023), jumlah keluarga di Indonesia yang mempraktikkan urban farming meningkat hampir 40% dibanding lima tahun sebelumnya.

Bukan hanya untuk estetika, tapi juga untuk mendukung swasembada pangan rumah tangga.
Berkebun bukan hanya kegiatan menanam, tapi juga bentuk kasih yang nyata.

Tanaman yang dirawat dengan tangan sendiri, lalu digunakan untuk memasak untuk keluarga, memberi rasa bangga tersendiri. Selain itu, berkebun juga bisa menjadi sarana edukasi bagi anak-anak tentang siklus hidup, tanggung jawab, dan pentingnya menjaga alam.

Misalnya, menanam cabai di pot kecil di dapur, menanam daun bawang di wadah bekas, atau membuat rak vertikal kecil untuk sayur di balkon. Sepertinya kegiatan ini bukan hanya menyenangkan, tapi juga efisien. Rumah menjadi lebih hijau, dapur lebih hidup, dan hati lebih tenang.

Penutup

Kini setiap kali melihat konten tentang berkebun lewat di beranda media sosialku, aku akan menyimaknya sampai selesai. Rasa tertarik untuk memulai semakin besar, sambil bergumam, "kok orang-orang keren, ya!"

Melalui tren positif berkebun di rumah, kita belajar untuk hadir, menikmati waktu sendiri tanpa rasa bersalah, dan menyalurkan energi positif yang memberi kehidupan; untuk diri sendiri, keluarga, dan bumi.

Jadi, kalau kamu sedang mencari cara sederhana untuk me time yang bermakna, mungkin kamu bisa mencoba berkebun di rumah. 

Mulai dari satu pot kecil saja dulu. Karena dari satu daun yang tumbuh, sepertinya bisa membuat candu. Apakah kalian juga tertarik untuk memulai berkebun di rumah? Atau, kalian sudah memulainya? Bagi cerita kalian di kolom komentar ya! 

Semoga bermanfaat! 













Sumber:
1. Soga, M., Gaston, K. J., & Yamaura, Y. (2017). Gardening is beneficial for health: A meta-analysis. Preventive Medicine Reports, 5, 92–99. https://doi.org/10.1016/j.pmedr.2016.11.007

2. The Pennsylvania State University Extension. (2021). The Many Mental Health Benefits of Gardening. https://extension.psu.edu/the-many-mental-health-benefits-of-gardening

3. Van Den Berg, A. E., & Custers, M. H. G. (2011). Gardening promotes neuroendocrine and affective restoration from stress. Journal of Health Psychology, 16(1), 3–11. https://doi.org/10.1177/1359105310365577

4. Robinson, J. M., & Brindley, P. (2021). The many benefits of gardening for mental health. Frontiers in Public Health, 9, 740187. https://doi.org/10.3389/fpubh.2021.74018

5. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2023). Gerakan Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dan Urban Farming. https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=5851

6. Suharjito, D., et al. (2022). How Important is Urban Farming in Indonesia to Support Food Sovereignty? ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/372303520

7. City Farmer News. (2024). Urban Farming in Indonesia: Rising Trend for Sustainable Living. https://cityfarmer.info/urban-farming-in-indonesia-rising-trend-for-sustainable-living/

8. Kompas Lifestyle. (2024). Berkebun Jadi Aktivitas Healing Baru untuk Ibu Rumah Tangga. https://www.kompas.com/lifestyle

Sendy Yunika
Stay at Home Mom - Blogger - Writer

Related Posts

Post a Comment